Powered By Blogger

Selasa, 14 Oktober 2008

cattn arus balik 3: S R A G E N C A K E P bagian 2

..sambuangannya lagi




..foya-foya karena bikinnya gampang kurasa. Lha wong tinggal lurus gitu, ga perlu banyak timbunan ato galian, n kalo kekerasan tanahnya juga seragam, pasti tmbh gampang deh bikinnya.




Ternyata udah jam 17.50, masih di Sragen. Hujan deras masih mengguyur. Rasanya asyik banget, ngeliatin hujan dari dalem bus yang lagi berjalan, ngeliatin orang-orang berteduh di pinggir jalan sambil ngobrol ama temen berteduhnya, duduk-duduk, berdiri-berdiri, ada yang boncengan naek motor di bawah mantel n jas ujan, bahkan ada pak tukang becak yang masih narik, topless alias telanjang dada, seakan menikmati guyuran penuh keberkahan.




Sementara aq nikmatin pemandangan ujan, orang-orang dalam bus makin ramai mengbrol. bahkan ada yang obrolannya sampai seperti ini:
"udan-udan enake sing anget-anget"
"ho-oh, contone kathok anget"
"hihihihi..",(ada yang cekikikan)
"kathok njero anget.."
"HIHIHI.."(cekikiannnya tambah parah)
"Njerone kathok yo anget.."
"Hush, ngobrole kok iso tekan masalah kathok ki lho.."si kondektur menyela.




Ato ada juga yang macem ini:
"..iyo , aku wis arep tekan Solo iki. Engko papaken yo, nggowo payung yo, iki udan angin.."
"GuOblok", ada suara laki-laki yang menimpali.
"Udan yo udan banyu, kok udan angin.."
dan tawa pun berderai..




ada pula yang semacam ini:
"pak-pak, aku mudhun kene",kata penumpang ibu2
"enak yo munggah mudhun, anget mengko",kata si bapak berpikiran rusuh..




Masih di Sragen, aku benar-benar menikmati 25 menit di kota tersebut. Smbl menikmati hujan, terdengar alunan kecruk(gitar berdawai tiga, namanya apa sih bhs indonesianya?) dari pengamen, yang kemudian menyenandungkan lagu jawa, Tombo Ati plus lagu rohani bernuansa muslim khas jawa. Judule aku lupa, tapi yang jelas ada pake "ojo eman karo bondho donya", "keretane kereta jawa, rodane papat arupo manungso,..". Suara si pengamen emang jauh dari kualifikasi American Idol, namun sangat pas membawakan lagu tersebut, ditambah kepiawaiannya memetik dawai kecruk, bukan monoton genjrengan lyknya pengmen biasa yg mengutamakn receh yang diterima tapi diselingi dan diakhiri petikan melodi yang khas layknya gitaris andal yang lbh menonjolkan rasa seni dan kemampunnya, menambah semarak suasana hati yang sedang menikmati hujan.




Selama menikmati hujan, yang paling menawan adalah sensasi saat melihat kilat dan mendengar petir menggelegar. Paling nggak ad lima kali kilat menyambar, dan terlihat sekali seolah dia membelah udara, dan retakannya menimbulkan suara petir yang dahsyat. Sekali kebayang seandainya si kilat itu tiba-tiba menyimpang dari jalurnya semula, lalu berbelok mengarah ke arah mata saya, dan...(udah,ga berani ngebayanginnya..)




Perjalanan berlanjut, hujan makin deras kayaknya. Pemandangan berubah menjadi sawah yang terbentang luas, dan kemudian saat di perbatasan Sragen, terlihat 5 gading raksasa berjajar, bagus banget, bila meninggalkan kota maka lengkungannya yang makin lama makin turun seakan membentuk jalan masuk yang tidak sempurna ke kota berikutnya. Aku penasaran apakah di sebelah kanan jalan ada yang seperti itu, simetris, namun begitu aku menolehkan kepala untuk melihatnya, gading-gading itu sudah tak terlihat lagi. Mungkin kapan-kapan aku bisa melihat pasangannya di sisi jalan yang satunya..




Sampai di terminal Solo, tak ada yang berarti, waktu berjalan seakan tiap detik sama lamanya dengan seperenampuluh menit, dan pada jam 17.50, bus itu berhenti di terminal Solo. Si Kondektur bilang bahwa busnya akan berangkat lagi jam 6.20, berarti 30 menit lagi. Namun karena hujan, keinginan untuk berjalan-jalan di terminal Solo sekadar melemaskan kaki dan mengisi perut jadi sirna. Akhirnya kuputuskan untuk beli nasi bungkus plus tahu goreng seribuan sekadar mengganjal perut..




bersambung..

Tidak ada komentar: